Minggu, September 23, 2007

Jurnal Hari IV | Taiwan: Rabu, 19 September 2007


Tower 101 Taiwan


Hari ke-4 ini Tim bergerak dini hari dari Selatan Korea (Busan) jam 07.00 ke Barat laut menuju Seoul dengan penerbangan Korean Air KE 1402, tiba di Bandara Incheon (Seoul) tepat jam 08.00. Dengan dibantu pemandu kami segera check-in untuk penerbangan berikutnya ke arah Barat Daya menuju Taipei (Taiwan) dengan Korean Air KE 691 jam 10.30. Tim tiba di Bandara Taipei tepat jam 12.05 waktu setempat. Sejurus kemudian dengan menggunakan bus tibalah Tim di Cosmos Hotel jam 13.00.

Hari ini tidak ada agenda formal ke universitas/institut, jadi 1 jam kemudian kami sudah siap untuk mengunjungi Tower 101 setinggi 508 meter, tower tertinggi ke-2 setelah Tower baru di Dubai. Kami tiba di Tower 101 jam 14.30, sebagian besar anggota Tim menguji ‘adrenalin’ naik ke puncak Tower 101 dengan lift berkecepatan tinggi, dari lantai 5 hingga lantai puncak ditempuh hanya dalam waktu 45 detik! Demikian pula saat turun dari lantai puncak ke lantai 5. Dari puncak tower (lantai observatory) kami dapat menyaksikan panorama kota Taipei dari seluruh penjuru mata angin, tentunya ini pengalaman yang sangat menarik bagi Tim dan siapapun yang mengunjungi Tower 101 ini.


Dalam perjalanan ke hotel, kami dapatkan catatan menarik tentang kemajuan yang dituai Taiwan saat ini, hal ini dikarenakan adanya program ‘wajib belajar 9 tahun’ yang dijalankan pada masa Presiden Chiang Kai Sek. Pada masa itu anak-anak Taiwan usia SD-SMP ‘dipaksa’ untuk menuntut ilmu di sekolah oleh pemerintah. Orang tua yang tidak melepaskan/mengizinkan anak-anaknya untuk belajar akan terkena sanksi hukum yang sangat berat, apa pun kondisi dan alasannya.


Seperti halnya Jerman dan Korea, Taiwan juga menerapkan wajib militer bagi tamatan perguruan tinggi selama 1 tahun (sebelum bekerja) dengan disiplin yang sangat tinggi dan ketat. Pola ini secara tidak langsung menanamkan semangat nasionalisme seumur hidup yang kuat berakar menjadi ketahanan nasional di bidang ekonomi. Dua hal tersebut kini telah menjadi ‘kesadaran’ nasional yang patut kita tiru, bahwa pendidikan dan nasionalisme akan menjadi penyangga ekonomi makro suatu bangsa.


Tower pencakar langit memang tolok ukur ke-adidaya-an dan puncak prestasi teknologi suatu bangsa, suatu saat kita pun akan dapat membangunnya sendiri dengan desain dan teknologi yang lebih canggih dengan kecerdasan dan peradaban tinggi anak bangsa Indonesia di masa depan.

Xie-xie.. terima kasih,


Taiwan - Taipei, 19 September 2007