Selasa, Mei 08, 2007

Kiat Tujuh Belas

:: My Key of Success ::

iman adalah fondasiku
ilmu adalah senjataku
berjuang adalah tabiatku
keyakinan adalah hartaku
kejujuran adalah bekalku
sikap ramah adalah makananku
kebenaran adalah pamungkasku
ketenangan hati adalah tubuhku
sabar adalah perlindungan diriku
cita-cita adalah teman sejawatku
akal sehat adalah basis beragamaku
kesederhanaan adalah respek pribadiku
meninggalkan sifat santai adalah profesiku
keinginan luhur adalah puncak perjalananku
ketenangan batin adalah pengabdianku
pengetahuan adalah modalku
sholat* adalah hiburanku

[* do'a]

:: 10.10.1991 ::

Jumat, April 13, 2007

I.Teacher

Intelligence Teacher - Guru Abad XXI
Ing Ngarso Sung Tulodo
(Di depan sebagai Suri Tauladan)

Sejarah telah mencatat dan membuktikan, bahwa lebih dari 3 alaf (millennium) kegiatan belajar dan mengajar yang melibatkan pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) telah membantu proses pendidikan umat manusia menuju peradaban yang lebih baik dari masa ke masa.

Kini di abad XXI, dimana teknologi informasi dan komunikasi (ICT) berkembang pesat menurut deret ukur dan teknologi transportasi kian terjangkau menurut deret hitung. Maka kinerja Guru yang lebih baik, efektif, efisien, dan terbuka pun menjadi tuntutan publik, termasuk diantaranya adalah orang tua siswa.

Tuntutan terhadap kinerja Guru di abad XXI ini makin rumit (complicated), seorang Guru tidak lagi hanya sekedar berperan utama sebagai transformator mata pelajaran (normatif, adaptif atau produktif) di sekolah/madrasah, tetapi kini meluas hingga ke peran fasilitator, motivator, dinamisator, operator, dan katalisator di dalam kelas/laboratorium maupun di masyarakat.

1) Sebagai Fasilitator, seorang Guru harus dapat menyiapkan dan memberikan fasilitas serta sumber belajar yang diperlukan oleh setiap peserta didik di sekolah/madrasah, sehingga proses transformasi ilmu pengetahuan dapat terjadi dengan baik dan menyenangkan.

2) Sebagai Motivator, seorang Guru dituntut peka dan dapat memompa semangat hidup dan daya juang peserta didiknya yang mengalami penurunan gairah dan prestasi belajar akibat deraan problem sosial dan ekonomi yang mungkin saja dapat berujung pada kejenuhan atau bahkan keputus-asaan.

3) Sebagai Dinamisator, seorang Guru dapat menokohkan dirinya sebagai coach di kelas yang piawai menggerakkan suasana kelas menjadi ‘pasar pengetahuan’ (knowledge market) yang penuh dinamika belajar sambil bermain atau suasana laboratorium yang penuh dinamika riset serius namun juga santai.

4) Sebagai Operator, seorang Guru dituntut untuk mampu menerjemahkan regulasi pemerintah yang berlaku di bidang pendidikan, kemudian – berdasarkan regulasi tersebut menyusun dan menindaklajuti sejumlah standar operasional prosedur (perangkat mengajar) untuk mencapai kualitas layanan belajar-mengajar yang prima bagi peserta didik.

5) Sebagai Katalisator, seorang Guru juga harus mampu berperan sebagai perekat stakeholder pendidikan – dengan berbagai latar belakang dan kepentingannya – untuk mencapai visi dan misi pendidikan.

Untuk membantu Guru dalam menjalani peran-perannya di atas, kini tersedia sejumlah opsi media informasi dan komunikasi yang cukup terjangkau dan efektif, diantaranya adalah:
1) Buku
2) Surat Kabar
3) Majalah
4) Telepon Genggam
5) Komputer berikut Printer dan Scanner-nya
6) Koneksi Internet

Dengan dukungan perangkat di atas dan sejumlah inisiatif yang inovatif, bukan tidak mungkin seorang Guru - yang tinggal di pedesaan sekalipun - dapat meluaskan perannya dari Guru Lokal hingga Guru Nasional atau bahkan Guru Global (Global Teacher). Karena melalui jaringan internet, Guru - dalam tempo yang bersamaan - dapat mengajar ratusan hingga ribuan peserta didik yang tersebar di seluruh Nusantara dan diyakini pula - dengan tambahan kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris - Guru yang bersangkutan dapat mengajar ribuan hingga jutaan peserta didik yang tersebar di seluruh dunia. Inilah salah satu kunci yang akan membukakan pintu akses Guru Indonesia untuk belajar di luar negeri.

Kelak dalam waktu yang tiada lama lagi, pemilikan e-mail pribadi, web blog pribadi, media simpan portabel (flashdisk/Thumbdrive) dan komputer riba (laptop/notebook) sudah menjadi hal yang biasa bagi seorang Guru.

Selain sejumlah soft skill di atas, Guru juga dituntut untuk memiliki sejumlah norma dan etika yang berlaku di tata pergaulan universal agar berterima di dunia internasional maupun global. Norma-norma tersebut diantaranya adalah:

1) Keteladanan, pada norma ini seorang Guru akan mendapatkan derajat adimulia-nya jika berhasil menjadi teladan (role model) bagi: suami/Istrinya, putra-putrinya, koleganya, siswa-siswinya, dan masyarakat di sekitarnya.

2) Kesehatan, pada norma ini seorang Guru akan meraih puncak adiraga-nya jika teruji komitmennya pada kesehatan diri dan lingkungannya untuk: tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, tidak menyalahgunakan narkotika dan obat-obatan terlarang, serta tidak menghalalkan sex bebas di luar pernikahan (free sex).

3) Keberbudayaan, pada norma ini seorang Guru akan memetik adiluhung-nya jika memiliki daya apresiasi dan kreasi pada: Karya Sastra, Seni Musik, Seni Tari, Bahasa, Kuliner, Tradisi, dan Budaya bangsa-bangsa di seluruh dunia.

Guru dengan potensi seperti paparan di atas pantas menyandang sabuk I.Teacher (Intelligence Teacher). I.Teacher lebih dari sekedar Smart Teacher, karena I.Teacher bermakna Guru dengan multi intelejensia. Seorang penyandang I.Teacher setidaknya memiliki 3 kebiasaan yang menjadi gaya hidupnya, ketiga kebiasaan itu adalah:

1) belajar dimana saja dan kapan saja atau Ubiquitous Learning (u-Learning)
2) mengajar dimana saja dan kapan saja atau disebut Ubiquitous Teaching (u-Teaching)
3) menulis dimana saja dan kapan saja atau disebut Ubiquitous Writing (u-Writing)

dengan ketiga gaya hidup baru tersebut, maka cepat atau lambat sang Guru akan memiliki kekayaan ilmu pengetahuan serta wawasan laksana Ensiklopedia Hidup (Life Encyclopedia).

Abad ke-21 sudah kita masuki, menjadi I.Teacher memang sebuah tantangan besar bagi Guru, terlebih dalam kondisi sosial dan ekonomi nasional yang belum stabil benar. Namun komitmen untuk mencapainya dapat dimulai dari sekarang, karena setiap Guru memiliki potensi dan kesempatan yang sama untuk bekerja cerdas sebagai I.Teacher!

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Malang, 13 April 2007

Senin, November 20, 2006

Travel Log Philadelphia - Jakarta

[1] Senin, 13 November 2006 (USA)
11.00-14.00 Check-in, Boarding -12 jam 03:00
14.00-16.10 Philadelphia – Denver (PHL–DEN) -10 jam 04.10 UA
16.10-17.20 Transit + Boarding di Denver -10 jam 01:10
17.20-18.48 Denver – Los Angeles (DEN–LAX) -9 jam 02:28 UA
18.48-23.10 Transit + Boarding di Los Angeles -9 jam 04:22

[2] Selasa, 14 November 2006 (USA)
23.10-05.32 Los Angeles - Taipei (LAX-TPE) +1 jam 14:22 CI

[3] Rabu, 15 November 2006 (RI)
05.32-08.50 Transit + Boarding di Taipei +1 jam 03:18
08.50-13.51 Taipei – Jakarta (TPE-CKG) +1 jam 06:01 CI

Total Waktu Tempuh Philadelphia – Jakarta = 38:51

Kode Bandara
CKG = Cengkareng Soekarno-Hatta International Airport Indonesia
HK = Hong Kong International Airport Hong Kong SAR
TPE = Taoyuan International Airport Taipei
LAX = Los Angeles International Airport USA
SFO = San Francisco International Airport USA
PHL = Philadelphia International Airport USA
DEN = Denver International Airport USA

Kode Pesawat Terbang
CI = China Airlines
UA = United Airlines

Travel Log Jakarta - Philadelphia

[1] Rabu, 08 November 2006 (RI)
06.35-07.35 Check-in, Fiskal, Boarding 0 jam 01:00
07.35-12.10 Jakarta – Hong Kong (CKG–HK) +1 jam 04:35 CI
12.10-13.10 Transit di Hong Kong +1 jam 01:00
13.10-14.40 Hong Kong – Taipei (HK–TPE) +1 jam 01:30 CI
14.40-16.40 Transit di Taipei +1 jam 03:00

[2] Rabu, 08 November 2006 (USA)
00.40-11.35 Taipei – Los Angeles (TPE–LAX) -9 jam 10:55 CI
11.35-20.19 Transit + Boarding di Los Angeles -9 jam 08:44
20.19-21.40 Los Angeles – San Francisco (LAX-SFO) -9 jam 01:21 UA
21.40-23.20 Transit + Boarding di SFO -9 jam 01:40

[3] Kamis, 09 November 2006 (USA)
23.20-07.36 San Francisco – Philadelphia (SFO–PHL) -12 jam 05:16 UA

Total waktu tempuh Jakarta – Philadelphia = 39:01

Kode Bandara
CKG = Cengkareng Soekarno-Hatta International Airport Indonesia
HK = Hong Kong International Airport Hong Kong SAR
TPE = Taoyuan International Airport Taipei
LAX = Los Angeles International Airport USA
SFO = San Francisco International Airport USA
PHL = Philadelphia International Airport USA
DEN = Denver International Airport USA

Kode Pesawat Terbang
CI = China Airlines
UA = United Airlines

Sabtu, November 18, 2006

Visit to School of the Future in Philadelphia [USA] 10.11.1006

Lawatan ke Masa Depan Pendidikan

Pada 9-11 November 2006 yang lalu, saya bersama Sri Rahayu Ningsih (Guru SMAN 67 Jakarta) dan Asep Zaenal Rahmat (Guru SMAN 5 Bogor) serta Ismail Syah - Academic Program Manager (APM) Microsoft Indonesia berkesempatan memenuhi undangan Gerri Elliott (Corporate Vice President, Public Sector, Microsoft Corporation) untuk mengikuti Microsoft Worldwide Innovative Teachers Forum di Philadelphia, USA. Diantara agenda forum adalah kunjungan ke School Of the Future di Kota Philadelphia. Forum ini merupakan bagian dari program Microsoft Partners in Learning (PiL) internasional yang dihadiri oleh 32 negara dari 101 negara peserta program PiL di seluruh dunia.

Bertepatan pada Hari Pahlawan 10 November 2006, selepas buffet lunch di Regency A Foyer Loews Hotel Philadelphia (USA), saya bersama sekitar 70-an guru yang diundang Microsoft Corporation berangkat dengan 2 bus menuju lokasi School Of the Future (SOF) yang berjarak tempuh sekitar 25 menit dari hotel.

SOF yang diproyeksikan menjadi model sekolah menengah (K-9 & K-12) ini telah menerima sekitar 750 siswa dari 4000-an pendaftar pada bulan September 2006 yang lalu. SOF sendiri adalah gedung sekolah baru yang megah dan (tentunya) canggih ini berlokasi di sebelah Barat Kota Philadelphia yang dikenal sebagai lokasi perumahan dan pertamanan tua yang sangat bersejarah.

Kurikulum SOF adalah kurikulum komprehensif yang sama dengan sekolah-sekolah setingkat di Negara bagian Pennsylvania. Proyek yang didanai oleh School District of Philadelphia Capital Improvement Project ini menghabiskan biaya sekitar $ 50 juta (termasuk bangunan, prasarana dan sarananya) serta mendapat kontribusi primer berupa SDM dan dukungan pengembangan kemitraan dari Microsoft (termasuk sistem dan infrastruktur berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang ‘ditabur’ dan ‘ditanam’ di gedung SOF). SOF merupakan proyek prestisius yang diharapkan dapat mendorong pengembangan sekolah sejenis di Amerika Serikat dan seluruh dunia, setidaknya dapat menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain dalam mengembangankan sekolah yang inovatif.

Untuk mempertahankan lingkungan pendidikan dan tradisi belajar masyarakat, SOF telah menetapkan prinsip-prinsip strategis:
  1. dimana pembelajaran tidak terikat pada ruang dan waktu,
  2. dimana materi pelajaran, kurikulum dan perangkat belajar mengajar senantiasa mutakhir & relevan, dan
  3. dimana pembelajaran diadaptasi sesuai keinginan individual setiap siswa.

Dengan bervisi sebagai komunitas pemberdayaan manusia dimana proses pembelajaran senantiasa berkesinambungan, relevan dan adaptif. SOF menetapkan misinya sebagai sekolah masa depan yang: (1) menerapkan hasil penelitian dan pengembangan untuk memperkaya pengalaman praktis di bidang pendidikan, (2) menciptakan sebuah lingkungan belajar yang melibatkan seluruh civitas sekolah, dan (3) mendorong civitas sekolah untuk senantiasa menjaga semangat belajar, (4) menanamkan tanggung jawab pribadi siswa untuk belajar, dan (5) menginspirasi masyarakat untuk tetap berkomitmen dan terlibat aktif di dalam kegiatan pendidikan.

Ellen Savitz, Chief Development Officer SOF dengan lugas menegaskan kepada kita semua bahwa SOF tidak perlu digumuni (ditakjubi) karena megah dan canggihnya gedung sekolah berlantai 4 tersebut. Karena hal itu memang bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan, karena tidak sulit bagi negara-negara federal lain di Amerika Serikat atau negara lain untuk meniru atau membangun yang lebih megah dan canggih. Ellen justru mengedepankan 5 faktor kritis dan kiat sukses untuk menjaga SOF tetap pada koridor visi dan misi edukasinya, yaitu:

  1. melibatkan dan menjalin komunitas belajar
  2. mengawal kurikulum yang sesuai dengan harapan masyarakat
  3. menjaga fleksibilitas dan kesinambungan lingkungan belajar
  4. memadukan berbagai keunggulan kurikulum untuk diteliti dan dikembangkan
  5. kepemimpinan professional

Sekolah yang dipimpin oleh Chief of Learner (tidak menggunakan istilah Principal atau Headmaster sebagaimana umumnya) ini terdiri dari 4 lantai dengan fasilitas:

  1. Performance Center di lantai bawah tanah (underground floor)
  2. Main Entrance, Streetscape, Interactive Learning Center, Gymnasium, Food Court, dan Science Lab di lantai 1 (1st floor)
  3. Art Studio, IT & Web Design Lab di lantai 2 (2nd floor)
  4. General Classrooms di lantai 3 (3rd floor)

Setiap ruang kelas dan lab pada umumnya didominasi warna hitam dan putih bersih serta kaca transparan, meja dan kursi belajar beroda sehingga posisi duduk siswa dapat diubah-ubah secara flexible dan mobile sesuai kenyamanan belajar, lampu penerangan yang cukup, perangkat sistem audio-video, 1-2 unit LCD data projector, 1-2 buah whiteboard, dan akses intranet/internet nirkabel yang lebar serta cepat di seluruh lantai dan area kampus SOF.

Setiap siswa dibekali 1 unit notebook mungil merek Gateway yang tentunya bersistem operasi Microsoft Windows XP (akan di-upgrade ke Vista), Microsoft Office, Microsoft Student/Encarta dan aplikasi lain yang mendukung proses belajar siswa di kelas dan di rumah. Siswa juga memiliki Smart Card yang berfungsi sebagai kartu presensi kelas, voucher breakfast/lunch di food court, kartu perpustakaan, kunci locker, kunci akses ke ruang-ruang kelas yang diperkenan bagi siswa secara sistem.

Guru sudah tentu membekali diri dengan notebook yang sama dengan siswa, hanya bedanya di hak akses dan manajemen datanya yang tersentral di server SOF. Pada saat mengajar, guru menggunakan clip-on microphone agar instruksinya jelas dan merata terdengar siswa di kelas/lab.

Untuk mendukung kinerja 800-an notebook civitas SOF, disediakan 1 Tim Helpdesk yang siap membantu siswa dan guru jika mengalami masalah dengan notebook masing-masing.
Sesuai konvensi tata bangunan di Pennsylvania, setiap ruang/lab di SOF juga ditandai dengan papan nama seukuran 10cm x 15cm yang bertuliskan nama ruang/lab dengan huruf Alphabet dan huruf Braille. Ini menandakan kepedulian masyarakat Amerika Serikat pada hak-hak belajar bagi penyandang tuna netra sangat tinggi. Demikian pula ketersediaan jalan dan elevator akses bagi siswa penyandang cacat tubuh (berkursi roda) di kampus SOF.

Saya sempat terkagum dengan kelas yang menurut kita mungkin “tawar” untuk ukuran standard kelas kita di Indonesia atau di mana pun, karena tidak “diformalkan” dengan gambar lambang negara, presiden dan wakil presiden, apalagi gambar-gambar poster dan tempelan portofolio siswa yang menghiasi dinding kelas kita. Filosofi SOF memang sederhana tetapi elegan, menurut mereka jika di dalam notebook sudah tersedia sumber sekaligus media belajar yang mutakhir, menarik dan menyenangkan siswa serta dapat menyimpan semua hasil (portofolio) siswa dalam format digital, mengapa hardcopy-nya perlu ditempelkan dan ditampilkan sebagai “pemanis” dinding kelas/lab?

Satu lagi yang menarik, mereka memiliki 1 unit Life Skill Lab yang isinya semua peralatan rumah tangga berupa peralatan dapur, kulkas, mesin cuci piring/gelas, mesin cuci pakaian, meja setrika, model kamar mandi, WC, dan perangkat rumah tangga lainnya. Saya jadi teringat pelajaran PKK di SD dulu, sehingga waktu mondok di indekost-an atau di dormitory (di luar negeri) dulu tidak mengalami kesulitan berarti, karena semua pekerjaan rumah tangga dapat saya lakukan. Disinilah mungkin persepsi life skill kita berbeda dengan SOF.

Memiliki notebook tidak berarti mengabaikan buku, karenanya SOF menyediakan ratusan buku-buku berkualitas di Interactive Learning Center untuk dibaca di center atau dipinjam untuk dibaca di rumah. Bahkan tradisi membaca ini boleh membuat kita iri, karena selain notebook, mereka juga membawa beberapa buku di dalam backpack (tas ransel) untuk dibaca saat di perjalanan bus atau trem serta saat usai makan siang di taman-taman kota. Artinya masih ada ‘homework’ bagi siswa SOF di rumah, karena rumah juga sekolah (extra school) bagi mereka.

Inilah e-school yang diproyeksikan sebagai model Sekolah Abad 21 di Amerika Serikat, dimana ‘e-learning’ telah mencapai dimensi ‘m-learning’ (mobile learning) yang sesungguhnya. Dan tidak mustahil pula fleksibilitas tanpa batas-nya ‘u-learning’ (ubiquitous learning) beberapa bulan mendatang akan menjadi platform belajar baru yang akan menggantikan m-learning.

“Keep on dreaming, and forcing us to dream too.” – demikian tantangan Bill Gates (Chief of Architects, Microsoft Corporation) dalam membuka SOF Philadelphia.

SOF boleh jadi merupakan mimpi kita di Indonesia, tetapi suatu keniscayaan untuk kita wujudkan bersama. Bukankah bersama kita bisa?



Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

[ditulis di atas Lautan Atlantik dalam penerbangan China Airlines C-0006 Los Angeles - Taipei]

Sabtu, Agustus 19, 2006

Do'a

Inspired by Sufiyyah Rabi'ah Al-Adawiyyah
Song by Rafly

Tuhan apa pun karuniaMu
untukku di dunia
hibahku padaMu sungguh-sungguh

dan apapun karuniaMu untukku di akhirat
persembahkan pada sahabat-sahabatMu
o bagiku... cukuplah Engkau

bila sujudku padaMu karena takut neraka
bakar aku dengan apinya...
bila sujudku padaMu karena damba surga
tutup untukku surga itu...
namun bila sujudku demi Kau semata
jangan palingkan wajahMu
aku rindu menatap keindahanMu
aku rindu menatap keindahanMu
aku rindu menatap keindahanMu...

Minggu, Juni 11, 2006

SIN-TIN Depdiknas

School Mapping

Berawal dari sukses Tim ICT Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) Depdiknas mengawal sistem TI Pemilu Legislatif 5 April 2004 sebagai Trainer dan Koordinator Simpul (Provinsi) dan Sub Simpul (Kabupaten/Kota) Data Entry Pemilu (Situng) 2004. Adalah Dr. Ing. Gatot Hari Priowirjanto (Direktur Dikmenjur kala itu) memandang perlu mengundang aktifis ICT-nya (guru-guru SMK berpotensi di bidang TIK) yang merata dari NAD sampai Papua tersebut ke Depdiknas di Jakarta. Selain sebagai wujud apresiasi atas dedikasi, kerja sama, kerja keras dan kerja cerdas selama Pemilu 2004, Direktur Dikmenjur melihat penguasaan dan independensi Tim-nya di bidang teritorial, sosial dan politik – mulai tingkat Provinsi hingga Kecamatan - selama Pemilu 2004 teruji sangat baik dan layak menerima peran strategis dan tantangan berikutnya.


Untuk mendukung pendataan yang dibutuhkan dalam penyusunan Renstra Depdiknas 2005-2010, Dikmenjur berupaya mengembangkan dan mengujicobakan program ”Sistem Informasi Pemetaan Pendidikan” atau yang lebih dikenal dengan istilah ”School Mapping” di beberapa Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Hasil uji coba-nya cukup baik dan dinyatakan siap implementasi di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Dengan School Mapping ini diharapkan data-data yang disajikan dapat memberikan informasi yang aktual, faktual dan cepat bagi pengambil kebijakan pendidikan di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.


Melalui SK Direktur Dikmenjur, maka pasca Pemilu Legislatif 2004 yang lalu terbentuklah Tim School Mapping yang kini keberadaannya hampir menyeluruh di kabupaten/kota di Indonesia. Tim yang beranggotakan 13 orang Staf Dikmenjur dan 50 orang Guru aktifis ICT Dikmenjur ini memiliki tugas dan kewajiban untuk: (1)
menyusun program kerja Tim School Mapping, (2) menyusun instrumen pengumpulan data, serta membuat kerangka acuan dan petunjuk pelaksanaan program School Mapping, (3) membuat dan mengembangkan aplikasi School Mapping, (4) mensosialisasikan program School Mapping dan sasaran Renstra Pendidikan, (5) menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta membimbing Tim School Mapping kabupaten/kota, (6) membuat jaringan komunikasi Tim School Mapping di seluruh Indonesia, (7) melakukan pemantauan keterlaksanaan pengumpulan dan entri data, (8) melakukan koordinasi tingkat provinsi untuk memperoleh informasi perkembangan program School Mapping dan Renstra Pendidikan di tiap kabupaten/kota, dan (9) mengumpulkan serta mengolah data dan informasi yang masuk dari Tim School Mapping dan Tim Renstra Pendidikan kabupaten/kota serta provinsi.



Fitur Laman School Mapping


Sebagai sistem informasi pemetaan pendidikan, program berorientasi GIS yang berbasis data atribut dan data spasial ini dilengkapi fitur-fitur yang didesain dan ditempatkan sedemikian “user friendly“, baik bagi administrator, operator maupun user. Sembilan fitur yang terdapat pada laman School Mapping (
http://schomap.dikmenjur.net) adalah: (1) Peta, (2) Navigasi Peta, (3) Navigasi Wilayah, (4) Legenda Peta, (5) Peta Referensi, (6) Menu Utama, (7) Menu Pakar, (8) Papan Informasi, dan (9) Navigasi Umum.


Peta
merupakan bagian utama dari School Mapping ini. Pada bagian ini ditampilkan daerah batas administratif kabupaten, kecamatan dan desa/kelurahan serta jalur sungai dan jaringan jalan. Peta awal menampilkan cakupan seluruh kabupaten dalam satu view dengan tampilan batas administratif, sungai, jalan dan layer tematik sekolah. Dengan memperbesar tampilan peta (zoom) menggunakan navigasi peta, maka detil wilayah yang tampil pada peta akan tampak lebih jelas, seperti halnya batas-batas kelurahan/desa.


Navigasi Peta
memberikan keleluasaan bagi user untuk mengubah ukuran gambar peta dalam tiga pilihan: 400x400, 500x500, dan 600x600, memperbesar/memperkecil tampilan gambar di dalam area peta, menampilkan seluruh cakupan kabupaten/kota dan menggeser gambar peta ke kiri, ke kanan, ke bawah, atau ke atas dari area peta.


Navigasi Wilayah
memberikan pilihan daerah kecamatan dan kelurahan/desa yang akan mengatur tampilan peta dan informasi sesuai daerah yang dipilih. Navigasi Wilayah web School Mapping tingkat Provinsi dilengkapi pilihan kabupaten/kota, sedangkan di tingkat Nasional dilengkapi pilihan provinsi dan kabupaten/kota.

Legenda Peta
menampilkan informasi berupa layer-layer tematik yang terdapat pada gambar peta. Terdapat 2 kelompok layer tematik yang terdiri dari layer lembaga pendidikan dan layer legenda. Di kelompok lembaga pendidikan terdapat layer: SDN, SDS, SMPN, SMPS. SMAN, SMAS, SMKN, SMKS, MIN, MIS, MTsN, MTsS, MAN, MAS, PTN, dan PTS. Akhiran ”N” pada kelompok lembaga pendidikan berarti status Negeri, sedangkan akhiran ”S” berarti status Swasta. Di kelompok layer legenda terdapat layer: Label Kecamatan, Label Desa/Kelurahan, Sungai, dan Jalan. User dapat memilih layer tematik yang ingin ditampilkan di daerah peta dengan mencentang checkbox dan kemudian klik Refresh untuk mengaktifkan atau menonaktifkan layer-layer tersebut. Di bawah kelompok layer terdapat Peta Referensi memberi informasi sekaligus panduan untuk mengatur tampilan peta sehingga fokus pada titik lokasi yang dipilih. Fitur ini menunjukkan ikhtisar dari area yang ditampilkan di gambar peta.


Menu Utama
terdiri dari menu: (1) Daftar Sekolah, (2) Daftar Pengajar, (3) Rekap Siswa, (4) Daftar SMK, (5) Sekolah Per Wilayah, (6) Siswa Per Wilayah, (7) Pengajar Per Wilayah, (8) Potensi Industri, (9) Potensi Alam, (10) Sarana Ibadah, dan (11) Sarana Olah Raga. Di kelompok menu rekapitulasi terdapat menu yang memuat ”daftar sekolah”, menu yang memuat ”daftar pengajar”, menu yang menampilkan ”rekapitulasi jumlah siswa”, dan menu yang memuat daftar ”SMK” di daerah yang sedang aktif pada tampilan gambar peta.


Di kelompok menu distribusi terdapat menu yang menampilkan ”data sebaran sekolah”, menu yang menampilkan ”data sebaran siswa”, dan menu yang menampilkan data sebaran pengajar (guru) di daerah yang sedang aktif pada tampilan gambar peta.


Sedangkan di kelompok menu potensi daerah terdapat menu yang menyajikan ”data dan lokasi industri”, menu yang menyajikan ”data dan lokasi potensi alam”, menu yang menampilkan data dan lokasi ”rumah-rumah ibadah”, dan menu menampilkan data dan lokasi ”fasilitas berbagai cabang olah raga” di daerah yang sedang aktif pada tampilan gambar peta.


Menu Pakar
terdiri dari menu: (1) Proyeksi Pensiun, (2) Trend Animo Masyarakat, (3) Daya Tampung SLTA, (4) Prediksi SMK Kecil, (5) Rasio Usia Sekolah, (6) Wajar Dikdas, dan (7) Luas Lahan Sekolah. Menu Pakar terdiri dari menu yang menyajikan ”proyeksi pensiun”, menu yang menyajikan ”trend animo masyarakat” terhadap sekolah, menu yang menyajikan ”daya tampung SLTA”, menu yang menyajikan ”prediksi dibangunnya SMK Kecil”, menu yang menyajikan ”grafik rasio usia sekolah”, dan menu yang menyajikan daya tampung sekolah dasar terhadap penduduk usia SD (wajib belajar), dan menu yang menyajikan luas lahan sekolah untuk daerah yang sedang aktif pada tampilan gambar peta.


Papan Informasi
menunjukkan ikhtisar dari daerah yang dipilih pada peta atau yang dipilih pada Navigasi Wilayah. Sedangkan Navigasi Umum membantu user untuk: kembali ke tampilan laman School Mapping sebelumnya (Back), kembali ke tampilan awal (Home). memanggil ulang laman yang sedang aktif (Refresh), menampilkan laman yang sedang aktif dalam format yang siap cetak (Print), menampilkan informasi deskripsi dan kontak School Mapping (Help).



Tantangan di Lapangan


Tahun pertama (2004) adalah masa sosialisasi yang tersulit yang dialami oleh sebagian besar Tim School Mapping kabupaten/kota. Tantangan pertama adalah kendala birokrasi, meskipun secara organisatoris di dalam Tim School Mapping ada unsur Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kepala serta Staf Bagian Perencanaan / Penyusunan Program, Kepala Sekolah, dan Koordinator, namun laju data dari sekolah/madrasah ke Sekretariat School Mapping kabupaten/kota yang berlokasi di SMK umumnya tersendat. Hal ini dimungkinkan karena sekolah/madrasah merasa sudah cukup banyak data dan informasi melalui Kuisoner Tahunan ke Dinas Pendidikan dan Evaluasi Diri ke Badan Akreditasi Sekolah (BAS). Sehingga Format Entri Data yang dikeluarkan oleh Tim School Mapping ke sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dianggap hanya menambah, membebani, atau mengulang pekerjaan sebelumnya.


Tantangan kedua adalah sangat lemahnya koordinasi lintas sektor. Di sini akses Tim School Mapping ke Kantor Departemen Agama, Kantor Pengelolaan Data Elektronik (KPDE), Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Biro Pusat Statistik (BPS), dan Komite Nasional Olah raga Indonesia (KONI) kabupaten/kota sering tertolak. Sehingga sejumlah ’lubang’ data terjadi yang membuat sajian informasi dan proyeksi menjadi kurang akurat atau bahkan bias.


Tantangan ketiga adalah ke-tidak-proporsionalan anggaran. Dukungan dana dekonsentrasi dengan besaran yang sama untuk semua kabupaten/kota dan mengabaikan aspek proporsionalitas memang berpotensi mendemotivasi koordinator dan operator School Mapping. Sebagai ilustrasi: Tim School Mapping Kabupaten Malang yang terdiri dari 33 kecamatan memperoleh dukungan dana dekonsentrasi yang sama dengan Tim School Mapping Kota Malang yang hanya terdiri dari 5 kecamatan saja. Akan lebih miris jika ini dilihat dari jumlah siswa, guru, dan sekolah yang datanya harus di-entry ke pangkalan data School Mapping yang memerlukan waktu berbulan-bulan.


Tantangan keempat adalah ke-kurang-kapabilitas-an kinerja. Sebagaimana diketahui bahwa tidak semua guru-guru SMK aktifis ICT Dikmenjur berlatar belakang teknik informatika. Sementara program School Mapping membutuhkan kecakapan programming, database, networking, mapping, dan GIS. Koordinator juga dituntut memiliki kecakapan mengelola (manajemen) tim operator data entry School Mapping yang beranggotakan 10-20 orang siswa TIK. Selain itu juga masih dibutuhkan kapabilitas social skill yang akan membantu koordinator School Mapping menjalin komunikasi dan diplomasi lintas sektor dan jenjang.


Tantangan kelima adalah luas dan beratnya teritorial. Beberapa koordinator yang teritorial kabupaten-nya sangat luas dan kecamatan-nya menyebar hingga 15-20 km dari sekretariat School Mapping. Ditambah topografi yang berragam dan beberapa jalan akses yang tak terjamah aspal. Hal ini akan dialami manakala Tim harus datang (visitasi) ke lokasi sekolah/madrasah untuk mengambil gambar (foto) sebagai pelengkap data yang di-entry dan informasikan yang disajikan.


Meskipun tantangan School Mapping ini cukup berat, toh cukup banyak Tim School Mapping yang sukses mengatasi tantangan ini melalui sejumlah kiat. Mereka membuka komunikasi dan koordinasi lintas sektor yang intensif melalui paparan visi, misi, tujuan, dan manfaat School Mapping di berbagai seminar, workshop dan media massa. Bahkan mereka dapat meyakinkan pihak Pemda dan DPRD untuk memberi sokongan dana operasional. Bagi yang tertantang di sisi skill, maka mereka upayakan mengikuti atau menyelenggarakan secara mandiri sejumlah diklat programming, database, dan networking di ICT Center masing-masing. Pola ”peer-coaching” antar koordinator School Mapping - baik melalui visitasi antar sekretariat maupun diskusi di milis - juga dirasakan sangat efektif sebagai solusi atas kesenjangan skill.


Ada saran yang patut dicatat, mereka menyarankan kepada Dinas P dan K Provinsi agar sebagian dana BOS atau BKM dapat dibelanjakan untuk membeli Kamera Digital dan PC Multimedia, sehingga proses pendataan dan pemotretan dapat ditangani secara mandiri oleh masing-masing sekolah/madrasah. Hal ini sekaligus dapat menjadi investasi awal menuju kegiatan belajar-mengajar berbasis ICT di semua sekolah/madrasah, baik melalui intranet maupun internet. Kelak 1-2 tahun lagi sekolah/madrasah ini dapat mengirimkan datanya langsung ke IDC Depdiknas.



Dari
School Mapping ke SIN-TIN


Pada tahun 2005, Haykal, S.Pd guru SMK Negeri 1 Banyuwangi yang menjabat sebagai Koordinator Tim School Mapping Kabupaten Banyuwangi – mendapatkan kepercayaan dari Kepala Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur selaku Penanggung Jawab BOS (Bantuan Operasional Sekolah) Provinsi Jawa Timur – untuk mengembangkan dan mengintegrasikan Menu Provinsi yang mendukung program BOS dan Buta Aksara ke dalam program School Mapping. Sejak itulah di Jawa Timur istilah SIN-TIN lebih populer ketimbang School Mapping Menu Provinsi ini terdiri dari: menu ”Program Rehab” yang menyajikan data dan foto gedung sekolah/madrasah yang akan, sedang dan telah di-rehabilitasi (diperbaiki/direnovasi), menu ”SIN” yang menyajikan data dan foto siswa berikut Nomor Identitas Siswa-nya (Student Identity Number), menu ”TIN” menyajikan data dan foto guru berikut Nomor Identitas Guru-nya (Teacher Identity Number), dan menu ”Buta Aksara” yang menyajikan data buta aksara di daerah yang sedang aktif pada tampilan gambar peta.


Dalam terminologi Depdiknas, SIN (Student Identity Number) adalah pendataan
individu siswa dan TIN (Teacher Identity Number) adalah melakukan pendataan individu guru berbasis teknologi informasi dan komunikasi. SIN (Student Identity Number) juga merupakan sebuah kode unik untuk mengidentifikasi siswa yang manfaatnya antara lain untuk: (1) mengetahui data siswa secara cepat dan akurat yang memuat: nama, tanggal lahir, nomor induk, alamat, nama orang tua, jenis kelamin siswa, dan sebagainya, (2) mendukung akurasi data dan pelaksanaan BOS dan BKM, (3) mendukung implementasi sistem informasi manajemen Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, Kabupaten/Kota berbasis TIK, dan (4) menampilkan keadaan fisik sekolah berdasarkan foto yang disajikan dalam aplikasi.


Setiap siswa dan guru memiliki 23 digit kode unik yang merupakan rangkaian 9 (sembilan) kode dari depan sebagai berikut: kode provinsi (2 digit) - kode kabupaten/kota (2 digit) - kode kecamatan (2 digit) - jenis sekolah (2 digit) - status sekolah (1 digit) - nomor urut sekolah (3 digit) - jenjang dan status siswa/guru (2 digit) - tanggal lahir (6 digit) - index lahir (3 digit). Contoh: Ahmad Zainuddin SIN 05730340716305301288001, artinya: 05 = Jawa Timur 73 = Kota Malang 03 = Kecamatan Klojen 40 = SMK 7 = Negeri 163 = Nomor Urut SMKN 4 Malang 05 = Siswa 301288 = Tanggal lahir 30 Desember 1988 001 = Indeks kelahiran Ahmad Zainuddin.


SIN-TIN memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah: terjaminnya kevalidan dan keakurasian data identitas diri siswa dan guru, terhindar dari adanya double account dalam pangkalan data, mengubah paradigma pendidikan dari sistem manual ke sistem komputer, dan dapat diakses setiap saat oleh semua pihak yang berkepentingan. Selain itu SIN-TIN juga dapat dipergunakan untuk mencari data Rehabilitasi Sekolah dan Buta Aksara yang sangat dibutuhkan oleh daerah masing-masing.



Strategi SIN-TIN


Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur memberi waktu 6 (enam) bulan kepada 38 Tim SIN-TIN Kabupaten/Kota-nya dengan target: (1) mengumpulkan data identitas lembaga SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA negeri maupun swasta, (2) mengumpulkan data identitas siswa, guru, karyawan, dan kepala sekolah di masing-masing lembaga di atas, (3) mengumpulkan gambar/foto individu semua siswa, guru, karyawan, dan kepala sekolah serta kondisi gedung di masing-masing lembaga di atas.


Dengan SIN-TIN ini kelak keakuratan data dan jumlah siswa, guru dan lembaga pendidikan dapat mendekati kenyataan di lapangan, karena sebelumnya ditengarai masih adanya penyimpangan atau kesalahan pada pengajuan, pengelolaan dan pelaporan Dana BOS oleh beberapa sekolah/madrasah di Provinsi Jawa Timur. Dengan demikian maka SIN-TIN dapat menjadi media akuntabilitas publik yang terbuka dan transparan jika telah lengkap dan dapat diakses melalui internet.


Untuk mencapai target tersebut, Tim SIN-TIN Kota Malang (salah satu Tim tercepat di Indonesia) menyiapkan strategi penyusunan SIN-TIN yang melibatkan semua unsur pendidikan di kabupaten/kota yang terkait, mulai dari Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Kantor Departemen Agama, kepala-kepala sekolah, guru dan karyawan sekolah di Kota Malang melalui strategi: (1) koordinasi dan kerjasama lintas jenjang dengan Cabang-cabang Dinas Pendidikan SD/MI, Ketua Sub Rayon SMP, SMA, SMK, MTs, dan MA serta Pengawas di Kota Malang untuk mencari, mengumpulkan dan memasukkan (entry) data dan foto ke dalam pangkalan data School Mapping yang dipusatkan di ICT Center Kota Malang (SMKN 4 Malang), (2) instruksi ke setiap sekolah/madrasah untuk melakukan pemotretan pas foto digital siswa, guru, karyawan dan kepala sekolah secara mandiri, kemudian hasilnya diserahkan bersama-sama file data siswa, guru, karyawan, dan kepala sekolah (dalam media CD) ke Sekretariat SIN-TIN, (3) melakukan pemotretan pas foto digital langsung ke sekolah-sekolah/madrasah-madrasah oleh juru foto Tim SIN-TIN atau melibatkan juru foto profesional (jasa pihak ketiga).


Strategi lain yang patut dicatat adalah pengerahan 40 siswa kelas I Multimedia SMK Negeri 4 Malang sebagai operator entry data SIN-TIN di Kota Malang. Mereka dibagi dalam 2 kelompok yang masing-masing berjumlah 20 siswa dan bekerja dalam 2 shift, shift pertama 07.00 – 14.00 dan dan shift kedua 14.00 – 21.00. Setiap minggu kedua kelompok ini bertukar shift agar tidak terjadi kejenuhan dalam mengejar target entry data berikut foto 568 sekolah/madrasah, 161.093 siswa, 10.235 guru, 1.741 karyawan, dan 568 kepala sekolah/madrasah se Kota Malang. Per-2 Mei 2006, Tim yang bekerja sejak 1 Maret 2006 ini telah mencapai 75% dari target data dan foto yang masuk ke pangkalan data SIN-TIN Kota Malang.


Pas foto digital ini berformat 3cm x 4cm dan ukuran maksimum <10>



Prosedur SIN-TIN


SIN-TIN yang dananya bersumber dari dana
Pusat (APBN), Provinsi (APBD I), Kabupaten (APBD II), Dekonsentrasi, dan BOS Tingkat Kabupaten/Kota ini memerlukan persiapan yang cukup matang, meliputi: (1) persiapan Staf Dinas Pendidikan yang secara khusus ditunjuk bertugas mengumpulkan dan memasok data SIN-TIN dari sekolah/madrasah ke Sekretariat SIN-TIN Kabupaten/Kota melalui program Workshop, (2) persiapan Tim Operator Data Entry SIN-TIN yang akan memasukkan, menyunting atau mengkonversi data dan foto ke Pangkalan Data di Server SIN-TIN melalui program Training, (3) persiapan perangkat keras yang akan dipergunakan oleh Tim Operator SIN-TIN, dan (4) instalasi perangkat lunak program aplikasi School Mapping versi SIN-TIN.


Perangkat keras yang diperlukan untuk SIN-TIN sebaiknya terdiri dari: 1 unit PC Server untuk meladeni beberapa PC Client, 10-20 unit PC Client untuk entry data, 1-2 unit Notebook/Laptop untuk mengolah data dan foto di lapangan, 3-5 unit Scanner untuk memindai foto dari format analog ke digital, 3-5 buah Digital Camera untuk memotret personal dan gedung di lapangan, 1-2 buah External Harddisk/3-5 buah USB Thumb Drive untuk menyimpan data serta hasil pemotretan di lapangan, 1 buah LCD Projector untuk mempresentasikan SIN-TIN, Akses Internet untuk meng-upload hasil entry data ke Web School Mapping, dan kendaraan roda-2 atau roda-4 untuk mengantarkan Tim SIN-TIN ke lokasi/lapangan.


Bagaimana data SIN-TIN mengalir ke laman School Mapping? Pertama: siswa, guru, dan karyawan sekolah/madrasah mengisi format data SIN-TIN yang diterbitkan dan diedarkan oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota. Kedua: data dikumpulkan, disusun dan direkapitulasi berdasarkan isian format data SIN-TIN yang terkumpul. Ketiga: pemotretan siswa, guru dan karyawan dilakukan berdasarkan data yang terkumpul dan tersusun. Keempat: setelah data dan foto dikompilasi di dalam CD, sekolah/madrasah menyerahkan CD tersebut ke Sekretariat SIN-TIN. Kelima: Operator menyalin data dan foto dari CD ke PC untuk dikonversi dan diolah di dalam jejaring komputer SIN-TIN. Di tahap ini program akan memberi kode unik SIN untuk siswa dan TIN untuk guru/karyawan. Keenam: Koordinator mengkompilasikan, mengintegrasikan dan menyatukan data/foto dari beberapa sekolah/madrasah ke pangkalan data SIN-TIN Kabupaten/Kota. Ketujuh: Data SIN-TIN Kabupaten/Kota ditransfer dan diintegrasikan ke dalam pangkalan data SIN-TIN Provinsi. Kedelapan: Data SIN-TIN Provinsi ditransfer, diintegrasikan dan di-upload dalam pangkalan data dan laman SIN-TIN Pusat di IDC Depdiknas untuk dipublikasikan melalui internet.



Dari SIN-TIN ke NIS Depdiknas?


Seperti yang kita ketahui bersama, SIN-TIN menggunakan kode unik yang cukup panjang, yakni 23 digit! Secara teknis program aplikasi SIN-TIN tidak mengalami permasalahan untuk men-generate ratusan hingga ribuan SIN dalam waktu bersamaan dan cepat. Namun permasalahan akan muncul ketika siswa, guru, karyawan, dan kepala sekolah kesulitan menghafal 23 digit kode unik SIN-TIN-nya, sesulit menghafal nomor KTP kita. Untuk menjawab kesulitan tersebut, UPPTI Universitas Brawijaya menawarkan wacana NIS (Nomor Induk Siswa) yang kode uniknya hanya 10 digit! Ke-10 digit tersebut merupakan rangkaian 3 (tiga) kode dari depan sebagai berikut: kode tahun masuk sekolah dasar (3 digit) kode pengelompokan (3 digit) kode nomor urut dalam pengelompokkan (4 digit). Info detailnya dapat kita baca di:
nis.depdiknas.org.


”SIN-TIN” yang digagas oleh Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur dan ”NIS Depdiknas” yang diwacanakan oleh Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Depdiknas untuk menyempurnakan School Mapping atau ”Pemetaan Pendidikan Nasional” memang sama-sama menjanjikan akuntabilitas publik yang jujur dan terbuka. Kita berharap akan terwujud satu SIN atau NIS yang tidak saja mudah dihafal, tetapi benar-benar dapat memberi banyak manfaat bagi pemilik ”Nomor Rekening Pendidikan” tersebut. Sebagaimana bisnis perbankan, SIN atau NIS sebaiknya dilengkapi dengan Kartu Cerdas (Smart Card) yang berfungsi sebagai: Media Rekam Riwayat Pendidikan (Educational Record) yang mampu menyimpan data pribadi dan data (transcript) nilai si pemegang SIN/NIS/Kartu Cerdas sejak kelas 1 hingga kelas 12 atau S1.


Di dalam 10 digit akan kita dapatkan 9.999.999.999 nomor! Suatu jumlah yang melebihi jumlah penduduk dunia! Mengapa kita masih memerlukan sejumlah kode? Bukankah selama ini nomor rekening bank kita - khususnya yang berjumlah 10 digit - sangat aman untuk merekam data pribadi berikut transaksi perbankan kita selama ini? Mari kita nantikan inovasi ICT dan komitmen lintas departemen di Indonesia yang akan menyatukan NIS, SIN dan sebagainya menjadi nomor identitas yang ”satu untuk semua!”


Kwarta Adimphrana
Guru SMKN 4 Malang
[email protected]
11.06.06