Minggu, Juni 11, 2006

SIN-TIN Depdiknas

School Mapping

Berawal dari sukses Tim ICT Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) Depdiknas mengawal sistem TI Pemilu Legislatif 5 April 2004 sebagai Trainer dan Koordinator Simpul (Provinsi) dan Sub Simpul (Kabupaten/Kota) Data Entry Pemilu (Situng) 2004. Adalah Dr. Ing. Gatot Hari Priowirjanto (Direktur Dikmenjur kala itu) memandang perlu mengundang aktifis ICT-nya (guru-guru SMK berpotensi di bidang TIK) yang merata dari NAD sampai Papua tersebut ke Depdiknas di Jakarta. Selain sebagai wujud apresiasi atas dedikasi, kerja sama, kerja keras dan kerja cerdas selama Pemilu 2004, Direktur Dikmenjur melihat penguasaan dan independensi Tim-nya di bidang teritorial, sosial dan politik – mulai tingkat Provinsi hingga Kecamatan - selama Pemilu 2004 teruji sangat baik dan layak menerima peran strategis dan tantangan berikutnya.


Untuk mendukung pendataan yang dibutuhkan dalam penyusunan Renstra Depdiknas 2005-2010, Dikmenjur berupaya mengembangkan dan mengujicobakan program ”Sistem Informasi Pemetaan Pendidikan” atau yang lebih dikenal dengan istilah ”School Mapping” di beberapa Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Hasil uji coba-nya cukup baik dan dinyatakan siap implementasi di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Dengan School Mapping ini diharapkan data-data yang disajikan dapat memberikan informasi yang aktual, faktual dan cepat bagi pengambil kebijakan pendidikan di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.


Melalui SK Direktur Dikmenjur, maka pasca Pemilu Legislatif 2004 yang lalu terbentuklah Tim School Mapping yang kini keberadaannya hampir menyeluruh di kabupaten/kota di Indonesia. Tim yang beranggotakan 13 orang Staf Dikmenjur dan 50 orang Guru aktifis ICT Dikmenjur ini memiliki tugas dan kewajiban untuk: (1)
menyusun program kerja Tim School Mapping, (2) menyusun instrumen pengumpulan data, serta membuat kerangka acuan dan petunjuk pelaksanaan program School Mapping, (3) membuat dan mengembangkan aplikasi School Mapping, (4) mensosialisasikan program School Mapping dan sasaran Renstra Pendidikan, (5) menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta membimbing Tim School Mapping kabupaten/kota, (6) membuat jaringan komunikasi Tim School Mapping di seluruh Indonesia, (7) melakukan pemantauan keterlaksanaan pengumpulan dan entri data, (8) melakukan koordinasi tingkat provinsi untuk memperoleh informasi perkembangan program School Mapping dan Renstra Pendidikan di tiap kabupaten/kota, dan (9) mengumpulkan serta mengolah data dan informasi yang masuk dari Tim School Mapping dan Tim Renstra Pendidikan kabupaten/kota serta provinsi.



Fitur Laman School Mapping


Sebagai sistem informasi pemetaan pendidikan, program berorientasi GIS yang berbasis data atribut dan data spasial ini dilengkapi fitur-fitur yang didesain dan ditempatkan sedemikian “user friendly“, baik bagi administrator, operator maupun user. Sembilan fitur yang terdapat pada laman School Mapping (
http://schomap.dikmenjur.net) adalah: (1) Peta, (2) Navigasi Peta, (3) Navigasi Wilayah, (4) Legenda Peta, (5) Peta Referensi, (6) Menu Utama, (7) Menu Pakar, (8) Papan Informasi, dan (9) Navigasi Umum.


Peta
merupakan bagian utama dari School Mapping ini. Pada bagian ini ditampilkan daerah batas administratif kabupaten, kecamatan dan desa/kelurahan serta jalur sungai dan jaringan jalan. Peta awal menampilkan cakupan seluruh kabupaten dalam satu view dengan tampilan batas administratif, sungai, jalan dan layer tematik sekolah. Dengan memperbesar tampilan peta (zoom) menggunakan navigasi peta, maka detil wilayah yang tampil pada peta akan tampak lebih jelas, seperti halnya batas-batas kelurahan/desa.


Navigasi Peta
memberikan keleluasaan bagi user untuk mengubah ukuran gambar peta dalam tiga pilihan: 400x400, 500x500, dan 600x600, memperbesar/memperkecil tampilan gambar di dalam area peta, menampilkan seluruh cakupan kabupaten/kota dan menggeser gambar peta ke kiri, ke kanan, ke bawah, atau ke atas dari area peta.


Navigasi Wilayah
memberikan pilihan daerah kecamatan dan kelurahan/desa yang akan mengatur tampilan peta dan informasi sesuai daerah yang dipilih. Navigasi Wilayah web School Mapping tingkat Provinsi dilengkapi pilihan kabupaten/kota, sedangkan di tingkat Nasional dilengkapi pilihan provinsi dan kabupaten/kota.

Legenda Peta
menampilkan informasi berupa layer-layer tematik yang terdapat pada gambar peta. Terdapat 2 kelompok layer tematik yang terdiri dari layer lembaga pendidikan dan layer legenda. Di kelompok lembaga pendidikan terdapat layer: SDN, SDS, SMPN, SMPS. SMAN, SMAS, SMKN, SMKS, MIN, MIS, MTsN, MTsS, MAN, MAS, PTN, dan PTS. Akhiran ”N” pada kelompok lembaga pendidikan berarti status Negeri, sedangkan akhiran ”S” berarti status Swasta. Di kelompok layer legenda terdapat layer: Label Kecamatan, Label Desa/Kelurahan, Sungai, dan Jalan. User dapat memilih layer tematik yang ingin ditampilkan di daerah peta dengan mencentang checkbox dan kemudian klik Refresh untuk mengaktifkan atau menonaktifkan layer-layer tersebut. Di bawah kelompok layer terdapat Peta Referensi memberi informasi sekaligus panduan untuk mengatur tampilan peta sehingga fokus pada titik lokasi yang dipilih. Fitur ini menunjukkan ikhtisar dari area yang ditampilkan di gambar peta.


Menu Utama
terdiri dari menu: (1) Daftar Sekolah, (2) Daftar Pengajar, (3) Rekap Siswa, (4) Daftar SMK, (5) Sekolah Per Wilayah, (6) Siswa Per Wilayah, (7) Pengajar Per Wilayah, (8) Potensi Industri, (9) Potensi Alam, (10) Sarana Ibadah, dan (11) Sarana Olah Raga. Di kelompok menu rekapitulasi terdapat menu yang memuat ”daftar sekolah”, menu yang memuat ”daftar pengajar”, menu yang menampilkan ”rekapitulasi jumlah siswa”, dan menu yang memuat daftar ”SMK” di daerah yang sedang aktif pada tampilan gambar peta.


Di kelompok menu distribusi terdapat menu yang menampilkan ”data sebaran sekolah”, menu yang menampilkan ”data sebaran siswa”, dan menu yang menampilkan data sebaran pengajar (guru) di daerah yang sedang aktif pada tampilan gambar peta.


Sedangkan di kelompok menu potensi daerah terdapat menu yang menyajikan ”data dan lokasi industri”, menu yang menyajikan ”data dan lokasi potensi alam”, menu yang menampilkan data dan lokasi ”rumah-rumah ibadah”, dan menu menampilkan data dan lokasi ”fasilitas berbagai cabang olah raga” di daerah yang sedang aktif pada tampilan gambar peta.


Menu Pakar
terdiri dari menu: (1) Proyeksi Pensiun, (2) Trend Animo Masyarakat, (3) Daya Tampung SLTA, (4) Prediksi SMK Kecil, (5) Rasio Usia Sekolah, (6) Wajar Dikdas, dan (7) Luas Lahan Sekolah. Menu Pakar terdiri dari menu yang menyajikan ”proyeksi pensiun”, menu yang menyajikan ”trend animo masyarakat” terhadap sekolah, menu yang menyajikan ”daya tampung SLTA”, menu yang menyajikan ”prediksi dibangunnya SMK Kecil”, menu yang menyajikan ”grafik rasio usia sekolah”, dan menu yang menyajikan daya tampung sekolah dasar terhadap penduduk usia SD (wajib belajar), dan menu yang menyajikan luas lahan sekolah untuk daerah yang sedang aktif pada tampilan gambar peta.


Papan Informasi
menunjukkan ikhtisar dari daerah yang dipilih pada peta atau yang dipilih pada Navigasi Wilayah. Sedangkan Navigasi Umum membantu user untuk: kembali ke tampilan laman School Mapping sebelumnya (Back), kembali ke tampilan awal (Home). memanggil ulang laman yang sedang aktif (Refresh), menampilkan laman yang sedang aktif dalam format yang siap cetak (Print), menampilkan informasi deskripsi dan kontak School Mapping (Help).



Tantangan di Lapangan


Tahun pertama (2004) adalah masa sosialisasi yang tersulit yang dialami oleh sebagian besar Tim School Mapping kabupaten/kota. Tantangan pertama adalah kendala birokrasi, meskipun secara organisatoris di dalam Tim School Mapping ada unsur Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kepala serta Staf Bagian Perencanaan / Penyusunan Program, Kepala Sekolah, dan Koordinator, namun laju data dari sekolah/madrasah ke Sekretariat School Mapping kabupaten/kota yang berlokasi di SMK umumnya tersendat. Hal ini dimungkinkan karena sekolah/madrasah merasa sudah cukup banyak data dan informasi melalui Kuisoner Tahunan ke Dinas Pendidikan dan Evaluasi Diri ke Badan Akreditasi Sekolah (BAS). Sehingga Format Entri Data yang dikeluarkan oleh Tim School Mapping ke sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dianggap hanya menambah, membebani, atau mengulang pekerjaan sebelumnya.


Tantangan kedua adalah sangat lemahnya koordinasi lintas sektor. Di sini akses Tim School Mapping ke Kantor Departemen Agama, Kantor Pengelolaan Data Elektronik (KPDE), Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Biro Pusat Statistik (BPS), dan Komite Nasional Olah raga Indonesia (KONI) kabupaten/kota sering tertolak. Sehingga sejumlah ’lubang’ data terjadi yang membuat sajian informasi dan proyeksi menjadi kurang akurat atau bahkan bias.


Tantangan ketiga adalah ke-tidak-proporsionalan anggaran. Dukungan dana dekonsentrasi dengan besaran yang sama untuk semua kabupaten/kota dan mengabaikan aspek proporsionalitas memang berpotensi mendemotivasi koordinator dan operator School Mapping. Sebagai ilustrasi: Tim School Mapping Kabupaten Malang yang terdiri dari 33 kecamatan memperoleh dukungan dana dekonsentrasi yang sama dengan Tim School Mapping Kota Malang yang hanya terdiri dari 5 kecamatan saja. Akan lebih miris jika ini dilihat dari jumlah siswa, guru, dan sekolah yang datanya harus di-entry ke pangkalan data School Mapping yang memerlukan waktu berbulan-bulan.


Tantangan keempat adalah ke-kurang-kapabilitas-an kinerja. Sebagaimana diketahui bahwa tidak semua guru-guru SMK aktifis ICT Dikmenjur berlatar belakang teknik informatika. Sementara program School Mapping membutuhkan kecakapan programming, database, networking, mapping, dan GIS. Koordinator juga dituntut memiliki kecakapan mengelola (manajemen) tim operator data entry School Mapping yang beranggotakan 10-20 orang siswa TIK. Selain itu juga masih dibutuhkan kapabilitas social skill yang akan membantu koordinator School Mapping menjalin komunikasi dan diplomasi lintas sektor dan jenjang.


Tantangan kelima adalah luas dan beratnya teritorial. Beberapa koordinator yang teritorial kabupaten-nya sangat luas dan kecamatan-nya menyebar hingga 15-20 km dari sekretariat School Mapping. Ditambah topografi yang berragam dan beberapa jalan akses yang tak terjamah aspal. Hal ini akan dialami manakala Tim harus datang (visitasi) ke lokasi sekolah/madrasah untuk mengambil gambar (foto) sebagai pelengkap data yang di-entry dan informasikan yang disajikan.


Meskipun tantangan School Mapping ini cukup berat, toh cukup banyak Tim School Mapping yang sukses mengatasi tantangan ini melalui sejumlah kiat. Mereka membuka komunikasi dan koordinasi lintas sektor yang intensif melalui paparan visi, misi, tujuan, dan manfaat School Mapping di berbagai seminar, workshop dan media massa. Bahkan mereka dapat meyakinkan pihak Pemda dan DPRD untuk memberi sokongan dana operasional. Bagi yang tertantang di sisi skill, maka mereka upayakan mengikuti atau menyelenggarakan secara mandiri sejumlah diklat programming, database, dan networking di ICT Center masing-masing. Pola ”peer-coaching” antar koordinator School Mapping - baik melalui visitasi antar sekretariat maupun diskusi di milis - juga dirasakan sangat efektif sebagai solusi atas kesenjangan skill.


Ada saran yang patut dicatat, mereka menyarankan kepada Dinas P dan K Provinsi agar sebagian dana BOS atau BKM dapat dibelanjakan untuk membeli Kamera Digital dan PC Multimedia, sehingga proses pendataan dan pemotretan dapat ditangani secara mandiri oleh masing-masing sekolah/madrasah. Hal ini sekaligus dapat menjadi investasi awal menuju kegiatan belajar-mengajar berbasis ICT di semua sekolah/madrasah, baik melalui intranet maupun internet. Kelak 1-2 tahun lagi sekolah/madrasah ini dapat mengirimkan datanya langsung ke IDC Depdiknas.



Dari
School Mapping ke SIN-TIN


Pada tahun 2005, Haykal, S.Pd guru SMK Negeri 1 Banyuwangi yang menjabat sebagai Koordinator Tim School Mapping Kabupaten Banyuwangi – mendapatkan kepercayaan dari Kepala Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur selaku Penanggung Jawab BOS (Bantuan Operasional Sekolah) Provinsi Jawa Timur – untuk mengembangkan dan mengintegrasikan Menu Provinsi yang mendukung program BOS dan Buta Aksara ke dalam program School Mapping. Sejak itulah di Jawa Timur istilah SIN-TIN lebih populer ketimbang School Mapping Menu Provinsi ini terdiri dari: menu ”Program Rehab” yang menyajikan data dan foto gedung sekolah/madrasah yang akan, sedang dan telah di-rehabilitasi (diperbaiki/direnovasi), menu ”SIN” yang menyajikan data dan foto siswa berikut Nomor Identitas Siswa-nya (Student Identity Number), menu ”TIN” menyajikan data dan foto guru berikut Nomor Identitas Guru-nya (Teacher Identity Number), dan menu ”Buta Aksara” yang menyajikan data buta aksara di daerah yang sedang aktif pada tampilan gambar peta.


Dalam terminologi Depdiknas, SIN (Student Identity Number) adalah pendataan
individu siswa dan TIN (Teacher Identity Number) adalah melakukan pendataan individu guru berbasis teknologi informasi dan komunikasi. SIN (Student Identity Number) juga merupakan sebuah kode unik untuk mengidentifikasi siswa yang manfaatnya antara lain untuk: (1) mengetahui data siswa secara cepat dan akurat yang memuat: nama, tanggal lahir, nomor induk, alamat, nama orang tua, jenis kelamin siswa, dan sebagainya, (2) mendukung akurasi data dan pelaksanaan BOS dan BKM, (3) mendukung implementasi sistem informasi manajemen Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, Kabupaten/Kota berbasis TIK, dan (4) menampilkan keadaan fisik sekolah berdasarkan foto yang disajikan dalam aplikasi.


Setiap siswa dan guru memiliki 23 digit kode unik yang merupakan rangkaian 9 (sembilan) kode dari depan sebagai berikut: kode provinsi (2 digit) - kode kabupaten/kota (2 digit) - kode kecamatan (2 digit) - jenis sekolah (2 digit) - status sekolah (1 digit) - nomor urut sekolah (3 digit) - jenjang dan status siswa/guru (2 digit) - tanggal lahir (6 digit) - index lahir (3 digit). Contoh: Ahmad Zainuddin SIN 05730340716305301288001, artinya: 05 = Jawa Timur 73 = Kota Malang 03 = Kecamatan Klojen 40 = SMK 7 = Negeri 163 = Nomor Urut SMKN 4 Malang 05 = Siswa 301288 = Tanggal lahir 30 Desember 1988 001 = Indeks kelahiran Ahmad Zainuddin.


SIN-TIN memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah: terjaminnya kevalidan dan keakurasian data identitas diri siswa dan guru, terhindar dari adanya double account dalam pangkalan data, mengubah paradigma pendidikan dari sistem manual ke sistem komputer, dan dapat diakses setiap saat oleh semua pihak yang berkepentingan. Selain itu SIN-TIN juga dapat dipergunakan untuk mencari data Rehabilitasi Sekolah dan Buta Aksara yang sangat dibutuhkan oleh daerah masing-masing.



Strategi SIN-TIN


Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur memberi waktu 6 (enam) bulan kepada 38 Tim SIN-TIN Kabupaten/Kota-nya dengan target: (1) mengumpulkan data identitas lembaga SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA negeri maupun swasta, (2) mengumpulkan data identitas siswa, guru, karyawan, dan kepala sekolah di masing-masing lembaga di atas, (3) mengumpulkan gambar/foto individu semua siswa, guru, karyawan, dan kepala sekolah serta kondisi gedung di masing-masing lembaga di atas.


Dengan SIN-TIN ini kelak keakuratan data dan jumlah siswa, guru dan lembaga pendidikan dapat mendekati kenyataan di lapangan, karena sebelumnya ditengarai masih adanya penyimpangan atau kesalahan pada pengajuan, pengelolaan dan pelaporan Dana BOS oleh beberapa sekolah/madrasah di Provinsi Jawa Timur. Dengan demikian maka SIN-TIN dapat menjadi media akuntabilitas publik yang terbuka dan transparan jika telah lengkap dan dapat diakses melalui internet.


Untuk mencapai target tersebut, Tim SIN-TIN Kota Malang (salah satu Tim tercepat di Indonesia) menyiapkan strategi penyusunan SIN-TIN yang melibatkan semua unsur pendidikan di kabupaten/kota yang terkait, mulai dari Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Kantor Departemen Agama, kepala-kepala sekolah, guru dan karyawan sekolah di Kota Malang melalui strategi: (1) koordinasi dan kerjasama lintas jenjang dengan Cabang-cabang Dinas Pendidikan SD/MI, Ketua Sub Rayon SMP, SMA, SMK, MTs, dan MA serta Pengawas di Kota Malang untuk mencari, mengumpulkan dan memasukkan (entry) data dan foto ke dalam pangkalan data School Mapping yang dipusatkan di ICT Center Kota Malang (SMKN 4 Malang), (2) instruksi ke setiap sekolah/madrasah untuk melakukan pemotretan pas foto digital siswa, guru, karyawan dan kepala sekolah secara mandiri, kemudian hasilnya diserahkan bersama-sama file data siswa, guru, karyawan, dan kepala sekolah (dalam media CD) ke Sekretariat SIN-TIN, (3) melakukan pemotretan pas foto digital langsung ke sekolah-sekolah/madrasah-madrasah oleh juru foto Tim SIN-TIN atau melibatkan juru foto profesional (jasa pihak ketiga).


Strategi lain yang patut dicatat adalah pengerahan 40 siswa kelas I Multimedia SMK Negeri 4 Malang sebagai operator entry data SIN-TIN di Kota Malang. Mereka dibagi dalam 2 kelompok yang masing-masing berjumlah 20 siswa dan bekerja dalam 2 shift, shift pertama 07.00 – 14.00 dan dan shift kedua 14.00 – 21.00. Setiap minggu kedua kelompok ini bertukar shift agar tidak terjadi kejenuhan dalam mengejar target entry data berikut foto 568 sekolah/madrasah, 161.093 siswa, 10.235 guru, 1.741 karyawan, dan 568 kepala sekolah/madrasah se Kota Malang. Per-2 Mei 2006, Tim yang bekerja sejak 1 Maret 2006 ini telah mencapai 75% dari target data dan foto yang masuk ke pangkalan data SIN-TIN Kota Malang.


Pas foto digital ini berformat 3cm x 4cm dan ukuran maksimum <10>



Prosedur SIN-TIN


SIN-TIN yang dananya bersumber dari dana
Pusat (APBN), Provinsi (APBD I), Kabupaten (APBD II), Dekonsentrasi, dan BOS Tingkat Kabupaten/Kota ini memerlukan persiapan yang cukup matang, meliputi: (1) persiapan Staf Dinas Pendidikan yang secara khusus ditunjuk bertugas mengumpulkan dan memasok data SIN-TIN dari sekolah/madrasah ke Sekretariat SIN-TIN Kabupaten/Kota melalui program Workshop, (2) persiapan Tim Operator Data Entry SIN-TIN yang akan memasukkan, menyunting atau mengkonversi data dan foto ke Pangkalan Data di Server SIN-TIN melalui program Training, (3) persiapan perangkat keras yang akan dipergunakan oleh Tim Operator SIN-TIN, dan (4) instalasi perangkat lunak program aplikasi School Mapping versi SIN-TIN.


Perangkat keras yang diperlukan untuk SIN-TIN sebaiknya terdiri dari: 1 unit PC Server untuk meladeni beberapa PC Client, 10-20 unit PC Client untuk entry data, 1-2 unit Notebook/Laptop untuk mengolah data dan foto di lapangan, 3-5 unit Scanner untuk memindai foto dari format analog ke digital, 3-5 buah Digital Camera untuk memotret personal dan gedung di lapangan, 1-2 buah External Harddisk/3-5 buah USB Thumb Drive untuk menyimpan data serta hasil pemotretan di lapangan, 1 buah LCD Projector untuk mempresentasikan SIN-TIN, Akses Internet untuk meng-upload hasil entry data ke Web School Mapping, dan kendaraan roda-2 atau roda-4 untuk mengantarkan Tim SIN-TIN ke lokasi/lapangan.


Bagaimana data SIN-TIN mengalir ke laman School Mapping? Pertama: siswa, guru, dan karyawan sekolah/madrasah mengisi format data SIN-TIN yang diterbitkan dan diedarkan oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota. Kedua: data dikumpulkan, disusun dan direkapitulasi berdasarkan isian format data SIN-TIN yang terkumpul. Ketiga: pemotretan siswa, guru dan karyawan dilakukan berdasarkan data yang terkumpul dan tersusun. Keempat: setelah data dan foto dikompilasi di dalam CD, sekolah/madrasah menyerahkan CD tersebut ke Sekretariat SIN-TIN. Kelima: Operator menyalin data dan foto dari CD ke PC untuk dikonversi dan diolah di dalam jejaring komputer SIN-TIN. Di tahap ini program akan memberi kode unik SIN untuk siswa dan TIN untuk guru/karyawan. Keenam: Koordinator mengkompilasikan, mengintegrasikan dan menyatukan data/foto dari beberapa sekolah/madrasah ke pangkalan data SIN-TIN Kabupaten/Kota. Ketujuh: Data SIN-TIN Kabupaten/Kota ditransfer dan diintegrasikan ke dalam pangkalan data SIN-TIN Provinsi. Kedelapan: Data SIN-TIN Provinsi ditransfer, diintegrasikan dan di-upload dalam pangkalan data dan laman SIN-TIN Pusat di IDC Depdiknas untuk dipublikasikan melalui internet.



Dari SIN-TIN ke NIS Depdiknas?


Seperti yang kita ketahui bersama, SIN-TIN menggunakan kode unik yang cukup panjang, yakni 23 digit! Secara teknis program aplikasi SIN-TIN tidak mengalami permasalahan untuk men-generate ratusan hingga ribuan SIN dalam waktu bersamaan dan cepat. Namun permasalahan akan muncul ketika siswa, guru, karyawan, dan kepala sekolah kesulitan menghafal 23 digit kode unik SIN-TIN-nya, sesulit menghafal nomor KTP kita. Untuk menjawab kesulitan tersebut, UPPTI Universitas Brawijaya menawarkan wacana NIS (Nomor Induk Siswa) yang kode uniknya hanya 10 digit! Ke-10 digit tersebut merupakan rangkaian 3 (tiga) kode dari depan sebagai berikut: kode tahun masuk sekolah dasar (3 digit) kode pengelompokan (3 digit) kode nomor urut dalam pengelompokkan (4 digit). Info detailnya dapat kita baca di:
nis.depdiknas.org.


”SIN-TIN” yang digagas oleh Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur dan ”NIS Depdiknas” yang diwacanakan oleh Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Depdiknas untuk menyempurnakan School Mapping atau ”Pemetaan Pendidikan Nasional” memang sama-sama menjanjikan akuntabilitas publik yang jujur dan terbuka. Kita berharap akan terwujud satu SIN atau NIS yang tidak saja mudah dihafal, tetapi benar-benar dapat memberi banyak manfaat bagi pemilik ”Nomor Rekening Pendidikan” tersebut. Sebagaimana bisnis perbankan, SIN atau NIS sebaiknya dilengkapi dengan Kartu Cerdas (Smart Card) yang berfungsi sebagai: Media Rekam Riwayat Pendidikan (Educational Record) yang mampu menyimpan data pribadi dan data (transcript) nilai si pemegang SIN/NIS/Kartu Cerdas sejak kelas 1 hingga kelas 12 atau S1.


Di dalam 10 digit akan kita dapatkan 9.999.999.999 nomor! Suatu jumlah yang melebihi jumlah penduduk dunia! Mengapa kita masih memerlukan sejumlah kode? Bukankah selama ini nomor rekening bank kita - khususnya yang berjumlah 10 digit - sangat aman untuk merekam data pribadi berikut transaksi perbankan kita selama ini? Mari kita nantikan inovasi ICT dan komitmen lintas departemen di Indonesia yang akan menyatukan NIS, SIN dan sebagainya menjadi nomor identitas yang ”satu untuk semua!”


Kwarta Adimphrana
Guru SMKN 4 Malang
[email protected]
11.06.06