Intelligence Teacher - Guru Abad XXI
Ing Ngarso Sung Tulodo (Di depan sebagai Suri Tauladan)
Sejarah telah mencatat dan membuktikan, bahwa lebih dari 3 alaf (millennium) kegiatan belajar dan mengajar yang melibatkan pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) telah membantu proses pendidikan umat manusia menuju peradaban yang lebih baik dari masa ke masa.
Kini di abad XXI, dimana teknologi informasi dan komunikasi (ICT) berkembang pesat menurut deret ukur dan teknologi transportasi kian terjangkau menurut deret hitung. Maka kinerja Guru yang lebih baik, efektif, efisien, dan terbuka pun menjadi tuntutan publik, termasuk diantaranya adalah orang tua siswa.
Tuntutan terhadap kinerja Guru di abad XXI ini makin rumit (complicated), seorang Guru tidak lagi hanya sekedar berperan utama sebagai transformator mata pelajaran (normatif, adaptif atau produktif) di sekolah/madrasah, tetapi kini meluas hingga ke peran fasilitator, motivator, dinamisator, operator, dan katalisator di dalam kelas/laboratorium maupun di masyarakat.
1) Sebagai Fasilitator, seorang Guru harus dapat menyiapkan dan memberikan fasilitas serta sumber belajar yang diperlukan oleh setiap peserta didik di sekolah/madrasah, sehingga proses transformasi ilmu pengetahuan dapat terjadi dengan baik dan menyenangkan.
2) Sebagai Motivator, seorang Guru dituntut peka dan dapat memompa semangat hidup dan daya juang peserta didiknya yang mengalami penurunan gairah dan prestasi belajar akibat deraan problem sosial dan ekonomi yang mungkin saja dapat berujung pada kejenuhan atau bahkan keputus-asaan.
3) Sebagai Dinamisator, seorang Guru dapat menokohkan dirinya sebagai coach di kelas yang piawai menggerakkan suasana kelas menjadi ‘pasar pengetahuan’ (knowledge market) yang penuh dinamika belajar sambil bermain atau suasana laboratorium yang penuh dinamika riset serius namun juga santai.
4) Sebagai Operator, seorang Guru dituntut untuk mampu menerjemahkan regulasi pemerintah yang berlaku di bidang pendidikan, kemudian – berdasarkan regulasi tersebut menyusun dan menindaklajuti sejumlah standar operasional prosedur (perangkat mengajar) untuk mencapai kualitas layanan belajar-mengajar yang prima bagi peserta didik.
5) Sebagai Katalisator, seorang Guru juga harus mampu berperan sebagai perekat stakeholder pendidikan – dengan berbagai latar belakang dan kepentingannya – untuk mencapai visi dan misi pendidikan.
Untuk membantu Guru dalam menjalani peran-perannya di atas, kini tersedia sejumlah opsi media informasi dan komunikasi yang cukup terjangkau dan efektif, diantaranya adalah:
1) Buku
2) Surat Kabar
3) Majalah
4) Telepon Genggam
5) Komputer berikut Printer dan Scanner-nya
6) Koneksi Internet
Dengan dukungan perangkat di atas dan sejumlah inisiatif yang inovatif, bukan tidak mungkin seorang Guru - yang tinggal di pedesaan sekalipun - dapat meluaskan perannya dari Guru Lokal hingga Guru Nasional atau bahkan Guru Global (Global Teacher). Karena melalui jaringan internet, Guru - dalam tempo yang bersamaan - dapat mengajar ratusan hingga ribuan peserta didik yang tersebar di seluruh Nusantara dan diyakini pula - dengan tambahan kecakapan berkomunikasi dalam bahasa Inggris - Guru yang bersangkutan dapat mengajar ribuan hingga jutaan peserta didik yang tersebar di seluruh dunia. Inilah salah satu kunci yang akan membukakan pintu akses Guru Indonesia untuk belajar di luar negeri.
Kelak dalam waktu yang tiada lama lagi, pemilikan e-mail pribadi, web blog pribadi, media simpan portabel (flashdisk/Thumbdrive) dan komputer riba (laptop/notebook) sudah menjadi hal yang biasa bagi seorang Guru.
Selain sejumlah soft skill di atas, Guru juga dituntut untuk memiliki sejumlah norma dan etika yang berlaku di tata pergaulan universal agar berterima di dunia internasional maupun global. Norma-norma tersebut diantaranya adalah:
1) Keteladanan, pada norma ini seorang Guru akan mendapatkan derajat adimulia-nya jika berhasil menjadi teladan (role model) bagi: suami/Istrinya, putra-putrinya, koleganya, siswa-siswinya, dan masyarakat di sekitarnya.
2) Kesehatan, pada norma ini seorang Guru akan meraih puncak adiraga-nya jika teruji komitmennya pada kesehatan diri dan lingkungannya untuk: tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, tidak menyalahgunakan narkotika dan obat-obatan terlarang, serta tidak menghalalkan sex bebas di luar pernikahan (free sex).
3) Keberbudayaan, pada norma ini seorang Guru akan memetik adiluhung-nya jika memiliki daya apresiasi dan kreasi pada: Karya Sastra, Seni Musik, Seni Tari, Bahasa, Kuliner, Tradisi, dan Budaya bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Guru dengan potensi seperti paparan di atas pantas menyandang sabuk I.Teacher (Intelligence Teacher). I.Teacher lebih dari sekedar Smart Teacher, karena I.Teacher bermakna Guru dengan multi intelejensia. Seorang penyandang I.Teacher setidaknya memiliki 3 kebiasaan yang menjadi gaya hidupnya, ketiga kebiasaan itu adalah:
1) belajar dimana saja dan kapan saja atau Ubiquitous Learning (u-Learning)
2) mengajar dimana saja dan kapan saja atau disebut Ubiquitous Teaching (u-Teaching)
3) menulis dimana saja dan kapan saja atau disebut Ubiquitous Writing (u-Writing)
dengan ketiga gaya hidup baru tersebut, maka cepat atau lambat sang Guru akan memiliki kekayaan ilmu pengetahuan serta wawasan laksana Ensiklopedia Hidup (Life Encyclopedia).
Abad ke-21 sudah kita masuki, menjadi I.Teacher memang sebuah tantangan besar bagi Guru, terlebih dalam kondisi sosial dan ekonomi nasional yang belum stabil benar. Namun komitmen untuk mencapainya dapat dimulai dari sekarang, karena setiap Guru memiliki potensi dan kesempatan yang sama untuk bekerja cerdas sebagai I.Teacher!
Malang, 13 April 2007